Dalam program kerja Dewan
Pastoral Paroki Santa Maria – Mamuju, salah satu yang menjadi perhatian utama
adalah kehadiran gereja dalam masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan
sosial kemasyarakatan. Salah satu bentuk kegiatan yang telah diwujudkan adalah
kegiatan Bakti Sosial Pengobatan Gratis kepada seluruh masyarakat di Dusun
Betteng Batu, Pondok Indah dan Salu Dango, Desa Pamullukan, Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju pada tanggal 18 – 19 Februari 2018.

Aksi ini digagas oleh Pastor Paroki (P.
Victor Wiro Patinggi, Pr) bersama Tim Kesehatan Paroki yang telah di bentuk
sejak tahun 2016 dengan melibatkan umat paroki yang bergerak dalam dunia
kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan, Pemerhati Kesehatan, dll). Rangkaian
kegiatan ini, selain pemeriksaan dan pengobatan gratis, juga diisi dengan
penyuluhan kesehatan khususnya terkait program PHBS (Pola Hidup Bersih dan
Sehat) yang sering kali diabaikan oleh masyarakat. Aksi ini sendiri merupakan
salah satu langkah awal dari bentuk perhatian gereja kepada kehidupan masyarkat
di sekitarnya.
Medan yang cukup sulit ditempuh,
tidalah menjadi halangan kepada seluruh tim, namun menjadi tantangan
tersendiri. Perjalanan dari Kota Mamuju sampai di daerah Kalukku, masih dapat
ditempuh dengan kendaraan biasa. Namun ketika sudah memasuki daerah pegunungan,
lokasi tersebut hanya bisa ditempuh dengan menggunakan mobil-mobil angkutan
khusus dan motor.

Kegiatan
ini sebagai bentuk aksi konkrit dari gerakan paroki untuk mewujudkan kepedulian
dalam kehidupan bermasyarakat. Pastor Paroki (P. Victor Wiro Patinggi, Pr)
dalam berbagai kesempatan mengatakan bahwa “Gereja Katolik harus keluar dari Zona Nyaman”,
tidak boleh berdiam diri untuk membangun dan membetuk dirinya sendiri tetapi
harus terlibat secara konkrit untuk membantu siapa saja yang membutuhkan tanpa
harus memandang perbedaan Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan.
Dalam
Kopendium ASG (Ajaran Sosial Gereja) No. 89-90 merujuk pada
ensiklik sosial yang pertama “Rerum Novarum” (Paus Leo XIII) yang
menganalisis berbagai penyakit sosial, yang pada akhirnya sampai pada
kesimpulan bahwa “sosialisme” bukanlah obat penyembuh yang manjur (yang secara
detail tidak akan dibahas di sini).
89. Sebagai tanggapan terhadap masalah
sosial besar yang pertama, Paus Leo XIII memaklumkan ensiklik sosial yang
pertama, Rerum Novarum. Ensiklik ini membedah kondisi para pekerja upahan,
yang secara khusus menyusahkan para pekerja industri yang merana dalam
kesengsaraan yang tidak manusiawi. Masalah
kerja dikaji seturut berbagai
matranya yang sebenarnya. Masalah itu diselidiki dalam semua bentuk ungkapannya
di bidang sosial dan politik sehingga sebuah penilaian yang tepat bisa dibuat
dalam terang prinsip-prinsip doktriner yang dilandaskan pada pewahyuan dan pada
hukum kodrati serta moralitas.
Rerum Novarum mendaftarkan sejumlah kesalahan
yang menimbulkan berbagai penyakit sosial, menafikan sosialisme sebagai obat
penyembuh serta menguraikan secara persisi dan dalam bingkai
kontemporer “ajaran Katolik menyangkut kerja, hak kepemilikan, prinsip kerja
sama alih-alih perjuangan kelas sebagai sarana hakiki bagi perubahan
sosial, hak-hak kaum lemah, martabat kaum miskin dan kewajiban-kewajiban
kaum kaya, penyempurnaan keadilan melalui cinta kasih, serta hak untuk
membentuk serikat-serikat profesi.”
Rerum Novarum menjadi dokumen
yang mengilhami karya Kristen di bidang sosial dan titik acuan untuk karya ini.
Tema utama ensiklik ini adalah penataan masyarakat secara adil, seraya
mengingatkan adanya kewajiban untuk mematok kriteria penilaian yang akan
membantu menakar sistem-sistem sosio-politik yang ada dan menganjurkan haluan-
haluan tindakan bagi pembaruan sistem-sistem tersebut secara tepat.
90. Rerum Novarum menelisik masalah-masalah kerja dengan menggunakan sebuah
metodologi yang kemudian menjadi “suatu paradigma yang berkanjang” bagi
perkembangan-perkembangan selanjutnya dalam ajaran sosial Gereja.
Prinsip-prinsip yang ditegaskan Paus Leo XIII kelak diangkat kembali dan
dipelajari secaralebih mendalam dalam ensiklik-ensiklik sosial selanjutnya.
Keseluruhan ajaran sosial Gereja dapat dilihat sebagai sebuah pemutakhiran,
sebuah analisis yang lebihmendalam serta sebuah perluasan terhadap intipati
asali dari prinsip-prinsip yang disajikan dalam Rerum Novarum. Bersama teks
yang berani lagi berwawasan jauh kedepan ini, Paus Leo XIII “memberi Gereja
semacam ‘status kewarganegaraan’ ditengah realitas-realitas kehidupan publik
yang sedang berubah” dan membuat sebuah “pernyataan yang sangat tegas” yang
kemudian menjadi “unsur permanen ajaran sosial Gereja”. Beliau mengakui bahwa
masalah-masalah sosial yang berat “hanya akan dapat dipecahkan bila semua
tenaga dan sumber daya dikerahkan secara terpadu” dan menambahkan bahwa
“menyangkut Gereja, kerja sama dari pihaknya tidak akan pernah pudar”.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar